Apr 19, 2011

"Kowe mikir opo Nduk? Kowe ngenteni opo? Dadine kapan kowe kawin, Nduk?"

"Kowe mikir opo Nduk? Kowe ngenteni opo? Dadine kapan kowe kawin, Nduk?"
(Translation: Kamu mikir apa, Anakku? Kamu menunggu apa? Kapan kamu menikah, Anakku?)
"Apakah aku masih berkesampatan melihat kau duduk di pelaminan ya Nak."
"Sudahlah Bu. Kita serahkan semuanya kepada Allah. Jika Allah menghendaki apapun bisa terjadi."

Banyak perkara berlegar di mindanya. Matanya berkaca-kaca. Kalau tidak ada kekuatan iman dalam dada ia mungkin telah memilih sirna dari dunia. Ujian yang ia derita sangat berbeza dengan orang-orang seusianya.

Orang luar memandangnya cukup berjaya bagi yang seusia dgnnya.. Hidup berkecukupan, mempunyai pekerjaan yang terhormat dan boleh dibanggakan. Bagaimana tidak, mampu meraih keputusan cemerlang dalam setiap ujian sejak zaman persekolahan hingga meraih ijazah di peringkat Universiti seawal usia 22 tahun lagi. Tidak hanya itu, dia juga pernah mendapatkan penghargaan sebagai pelajar paling berdedikasi di kolejnya. Ia sangat disegani oleh sesama rakan dan dicintai oleh teman sekerjanya. Ia juga disayang oleh keluarga dan para tetangganya. Bagi lelaki seusianya, nyaris tidak ada yang kurang pada dirinya. Sudah berapa kali ia mendengar pujian tentang kejayaannya, mempunyai kereta yang berjenama luar negara, mempunyai rumah sendiri dsb..  Almost perfect life, kate orang puteh…

Hanya dia seorang yang tahu bahawa sejatinya ia sangat menderita. Ada satu hal yang dia tangisi setiap malam. Setiap kali bermunajat kepada Sang Pencipta siang dan malam. Ia menangisi takdirnya yang belum juga berubah. Takdir sebagai seorang pemuda yang belum juga menemukan jodohnya. Dalam seharian dia tampak biasa dan ceria. Ia bisa menyembunyikan derita dan sedihnya dengan sikap tenangnya.

Ia terkadang menyalahkan dirinya sendiri kenapa tidak menikah sejak masih punya ramai peminat dahulu? Kenapa tidak berani menikah ketika ramai kenalan keluarganya meminta menikahi anak mereka ketika dia tamat pengajian dahulu? Kenapa juga ble rakan sekerjanya dulu dok kenen-kenen kan die dengan sanak saudara mereka,  dia  tolak pula… Sebab usia wanita itu lebih sedikit dari dia ker? Hmm… Sekarang wanita itu dah bahagia & dah berhenti kerja dari sini… Huhu… Dia dulu memandang remeh hal ini. Dia menganggap takkan ada masalah pasal hal-hal jodoh  nie… Tapi hakikatnya ia menyeksa jiwa raga ku kini…

Apa sebetulnya yang ia kejar? Kenapa waktu itu ia tidak juga cepat dewasa dan menyedari bahawa hidup ini berproses. Ia menitiskan airmata. Dulu banyak mutiara yang datang kepadanya ia tolak tanpa pertimbangan. Dan kini mutiara itu tidak lagi datang. Kalau pun ada seolah-olah sudah tidak lagi tersedia untuknya. Hanya bebatuan dan sampah yang kini banyak datang dan membuatnya menderita batin yang cukup dalam. Matanya berkaca-kaca. Ketika ia sedar harus rendah hati. Ketika ia sedar prestasi sejati tidaklah semata-mata prestasi akademik. Ketika ia sedar dan ingin mencari pendamping hidup yang baik. Baik bagi dirinya dan juga bagi anak-anaknya kelak. Ketika ia sedar dan ingin menjadi Muslimin seutuhnya. Ketika ia menyedari, semua yang ia temui kini, adalah jalan terjal yang panjang yang menguji kesabarannya. Umurnya sudah tidak muda lagi. Dua puluh enam tahun. Teman-teman seusianya sudah ada yang memiliki anak dua, tiga, empat, bahkan ada yang lima. Adik-adik juniornya, bahkan sudah banyak yang telah bernikah. Sudah tidak terhitung berapa kali dia menghadiri pernikahan teman-temannya. Dan dia selalu hanya bisa menangis iri menyaksikan mereka berhasil menyempurnakan separuh agamanya.

Hari ini dia kembali diuji. Meskipun pahit ia merasa masih akan bersabar meniti jalan terjal dan panjang sampai ia menemukan mutiara yang ia harapkan. Tapi bagaimana ia harus kembali memberikan pemahaman kepada ayah-ibunya yang sudah mulai renta? Tapi ia tidak mau asal menikah. Menikah adalah ibadah, tidak boleh asal-asalan. Harus dikuati benar syarat rukunnya. Meskipun ia tahu ia sudah jadi teruna tua yang sangat terlambat menikah, namun ia tidak mau gelabah dalam memilih ibu untuk anak-anaknya kelak.
"Saya pernah mendengar Baginda Nabi Muhammad Saw., pernah bersabda, 'Al 'ajalatu minasy syaithan. Tergesa-gega itu datangnya dari syaitanl' Saya tidak mahu tergesa-gesa. Saya tidak mau mengecewakan siapapun. Termasuk diri saya sendiri. "Saya tidak menunggu yang bagaimana-bagaimana. Saya menunggu wanita soleh yang pass di hati saya. Itu saja." Saya hanya ingin isteri yang baik agamanya. Baik imannya dan mampu jadi teladan untuk anak-anak kelak. Itu saja.

 "Ya Ilahi jika aku punya dosa, ampunilah dosaku. Cukupkanlah ujian-Mu. Aku mohon mudahkanlah jalanku menyempurnakan separuh agamaku sesuai syariat-Mu. Mudahkan diriku menyempurnakan ibadah kepada-Mu."

 "Yang sudah terjadi biarlah berlalu. Diratapi seperti apapun tak akan kembali. Jodoh itu terkadang dikejar-kejar tidak tertangkap. Tapi terkadang tanpa dikejar datang sendiri. Yang paling penting adalah dekat dengan Allah dalam keadaan susah dan bahagia. Senang dan sedih." Sabarkan dirimu. Kuatkan imanmu. Ini ujian bagimu dari Allah, apakah kau jadi hamba-Nya yang pilihan apa tidak. 

Kata Rasulullah, semua perkara bagi orang Mukmin itu baik. Jika dapat nikmat bersyukur, dan jika dapat musibah bersabar. Sejak itu, dia nyaris tidak pernah meninggalkan shalat malam. Ia labuhkan segala keluh-kesah dan deritanya kepada Yang Maha Menciptakan. Ia pasrahkan dirinya secara total kepada Allah. Dalam keheningan malam ia berdoa,

"Ya Rabbi, ikhtiar sudah hamba lakukan, sekarang kepada-Mu hamba kembalikan semua urusan. Ya Rabbi, aku berlindung kepada-Mu dari semua jenis kejahatan yang terjadi di atas muka bumi ini. Ya Rabbi, aku memohon kepada-Mu segala kebaikan yang Engkau ketahui. Dan aku berlindung kepada-Mu dari segala hal buruk yang Engkau ketahui."

Kebahagiaannya malam itu menghapus semua derita yang dialaminya. Tasbih selalu mengiringi tarikan nafasnya. Ia semakin yakin, bahwa Allah bersama orang-orang yang sabar dan ihsan. Malam itu, benar-benar malam kesaksiannya atas Tasbih, Tahmid dan Takbir Cinta yang didendangkan Allah 'Azza wa Jalla kepadanya. Subhaanallaah Wal Hamdulillaah, Wa Laailaahaillallaahu Wallaahu Akbar!

No comments:

Post a Comment